Sumber rujukan Aqidah
Islam
7-
يجب
الإلتزام بالألفاظ الشرعية فى العقيدة وتجنب الألفاظ البدعية , والألفاظ المجملة
المحتملة للخطإ و الصواب يستفسر عن
معناها, فماكان حقا اثبت بلفظه الشرعي وما كان باطلا رد
8- العصمة ثابتة للرسول صلى الله عله
وسلم والأمة في مجموعها معصومة من الإجتماع على ضلالة واما احادها فلاعصمة لأحد
منهم وما اختلف فيه الأئمة وغيرهم فمرجعه الى الكتاب و السنة مع الإعتذار للمخطئ
من مجتهدي الأمة
9- فى الأمة محدثون ملهمون و الرؤيا الصالحة حق وهي جزء من النبوة والفراسة الصادقة
حق وهذه كرامات ومبشرات بشرط موافقتها للشرع وليست مصدرا للعقيدة ولا للتشريع
7. Wajib berpegang dengan lafaz
syar'i dalam beraqidah dan menjauhi lafaz bid'ah. Lafaz-lafaz yang masih mujmal
(umum) yang bisa mengandung salah dan benar, maka digali maknanya. Jika benar,
maka ditetapkan dengan lafaz yang syar'i, dan jika batil, maka ditolak.
8. Kema'shuman (terpelihara dari
kesalahan) ada pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Para
sahabat keseluruhannya juga terjaga dari bersepakat di atas kesesatan, namun
secara individu, maka tidak ada seorang pun di antara mereka yang ma'shum. Jika
ada perbedaan di antara para imam atau selain mereka, maka perkara tersebut
dikembalikan kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan mema'afkan orang yang keliru
dari kalangan mujtahid umat ini.
9.
Di umat ini ada orang-orang yang mendapatkan ilham. Mimpi yang baik
adalah hak (benar), ia bagian dari kenabian dan firasat yang benar adalah hak.
Ini semua merupakan karamah dan kabar gembira dengan syarat sesuai syari'at.
Namun ia bukanlah sumber rujukan dalam berakidah dan menetapkan syari'at. (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr. Nashir Al
‘Aql).
Penjelasan:
No. 7:
Contoh nomor tujuh adalah lafaz yang digunakan oleh sebagian orang ketika
ditanya, "Di mana Allah?" ia menjawab: "Di jihat (arah)".
Ini termasuk lafaz bid'ah, tidak jelas dan masih mengandung
kemungkinan-kemungkinan yang bisa benar dan bisa salah. Bahkan ia wajib
menjawab dengan lafaz syar'i, seperti fis samaa' (di atas langit) sebagaimana
jawaban seorang budak wanita yang dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam atau "Ar Rahmaanu 'alal 'arsyis tawaa"
(Allah bersemayam di atas 'arsy). Wallahu a'lam.
No. 8: Karena para sahabat tidak mungkin berkumpul
di atas kesesatan, maka Ijma' mereka (as salafush shaalih) adalah ma'shum. Adapun
secara individu, maka masing-masing mereka tidak ma'shum. Kemudian, apa saja
yang diperselisihkan oleh para ulama, maka jalan keluarnya adalah dengan
mengembalikan masalah tersebut kepada Al Qur'an dan As Sunnah. Allah Subhaanahu
wa Ta'aala berfirman:
Kemudian jika kamu berlainan
Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), … (An NIsaa': 59)
Bagi para mujtahid diberi udzur,
dima'afkan dan tidak dicela, karena niat mereka yang baik untuk mencari yang
hak dan telah bersusah payah untuk menggali hukum setelah melalui cara istinbat
yang dibenarkan.
No.9:
Abu Zaid Ad Dabusiy –salah seorang ulama madzhab Hanafi- berkata,
"Sesungguhnya ilham adalah sesuatu yang menggerakkan hati kepada suatu
ilmu yang mengarah kepada pengamalan ilmu tersebut tanpa mencari dalil lagi."
Di kalangan umat ini ada orang yang
mendapatkan ilham dan mimpi yang benar serta firasat. Itu semua merupakan
karamah dan kabar gembira selama sesuai syari'at. Namun ilham, mimpi dan
firasat bukanlah sumber rujukan 'Aqidah dan hukum Islam. Oleh karena itu, kita
tidak mengatakan bahwa semua itu merupakan hujjah syar'i, ia adalah cahaya dari
Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.
Jika sesuai syari'at, maka syari'at itulah yang menjadi hujjah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
قَدْ كَانَ
فِيْمَا مَضَى قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ أُنَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي
أَحَدٌ مِنْهُمْ فَهُوَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
"Dahulu di kalangan umat sebelum kalian ada orang-orang
yang mendapatkan ilham. Jika ada pada umatku seorang seperti itu, maka ia
adalah Umar bin Khaththab." (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan
Nasa'i, Shahihul Jami' no. 4377)
Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari Abbas Al Hamdaniy Abu Ahmad tentang firman Allah
Ta'ala, "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kamiDan sungguh, Allah beserta
orang-orang yang berbuat baik." (Terj. QS. Al 'Ankabut: 69) ia
berkata, "Orang-orang yang mengamalkan ilmu yang mereka ketahui, maka
Allah akan menunjuki mereka kepada ilmu yang tidak mereka ketahui." Ahmad
bin Abil Hawariy berkata, "Lalu aku sampaikan kata-kata itu kepada Abu
Sulaiman Ad Daraniy dan ia kagum terhadapnya, lalu berkata, "Tidak patut
bagi orang yang diilhami kepada suatu kebaikan langsung mengamalkannya sampai
ia mendengar ada keterangannya dalam atsar (riwayat atau hadits). Jika ia telah
mendengarnya dalam atsar, maka ia mengamalkannya dan memuji Allah karena sesuai
dengan apa yang ada dalam hatinya."