Saat itu, tepat 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi pasukan
musuhnya yang berjumlah seribu orang dan pasukan yang dibawanya sejumlah 310
lebih sedikit. Hamba mulia ini memanjatkan doa yang begitu mengharu biru
di tengah pasukannya yang amat sedikit dan apa adanya, melawan pasukan kafir
Quraisy yang tiga kali lipat menghadang di hadapan mereka di padang
Badar. Dengan menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangannya, Beliau
berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت
ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti
itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang menengadah dan menghadap
Kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu
Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia
terus berada di belakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه
سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah
sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya
kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني
ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
"Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al Anfal (8): 9). (HR.
Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208,
Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Lalu, terjadilah pertempuran yang sebenarnya
tidak seimbang itu, namun karena kekuatan iman, kekuatan ukhuwah, kepemimpinan
yang berwibawa, serta ditopang strategi yang jitu, kaum Muslimin berhasil
memenangkan pertempuran yang disebut dalam Al Quran sebagai “Yaumul Furqan”
(Hari Pembeda). Hari yang membedakan antara hak dan batil, antara periode
dakwah yang selalu tertindas menjadi dakwah yang disegani.
Syahdan, pada masa khalifah Al Mu’tashim
Billah (nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad bin Harun Ar Rasyid), dia
berkuasa sejak tahun 218 sampai 227 Hijriyah. Pada masanya, pasukan Islam
mampu mengalahkan pasukan Romawi dengan kemenangan besar yang belum pernah
terjadi pada khalifah-khalifah sebelumnya. Dia mampu memecahkan pasukan Romawi
dan menembus masuk ke negeri Romawi, dan menewaskan 3000 pasukannya serta
menawan yang lain sejumlah itu pula. (Imam As Suyuthi, Tarikhul
Khulafa’, Hal. 245. Cet. 1. 1425H-2004M. Maktabah Nizar Mushthafa Al Baz )
Tahukah anda apa yang melatar belakangi
pertempuran dengan Romawi kala itu? Yakni karena seorang muslimah diperkosa
oleh pasukan Romawi. Lalu peristiwa memilukan ini diketahui oleh Khalifah Al
Mu’tashim. Maka, demi menjaga kehormatan Islam dan kaum Muslimin, Khalifah Al
Mu’tashim mengirim pasukan ke Romawi dengan armada pasukan yang sangat besar.
Pasukan terdepan sudah sampai di ibu kota Romawi saat itu (yakni Konstantinopel
- Istambul saat ini) sedangkan pasukan paling belakang masih ada di
istananya di Baghdad!. Ratusan ribu pasukan yang dikirim ke Romawi,
ada yang meyebut 200 ribu lebih dan ada pula yang menyebut 500 ribu pasukan (Siyar
A’lam An Nubala, 10/297), ternyata Romawi menyambutnya dengan
peperangan, maka terjadilah pertempuran dahsyat yang dimenangkan pasukan Islam
sebagaimana telah tertulis dalam sejarah Islam masa lalu.
Lihatlah ini! Begitu berdayanya umat Islam, dan
begitu tingginya wibawa kaum Muslimin, hanya karena seorang muslimah diperkosa,
mereka tidak terima dan berbondong-bondong menggedor Romawi dan berhasil
meruntuhkan kerajaannya yang begitu besar dan ditakuti saat itu. Tetapi itu
semua berhasil ditekuk dan hanyalah fatamorgana yang tidak berdaya apa-apa di
depan kekuatan iman dan ‘izzah Islam (kemuliaan Islam). Lalu
bandingkanlah dengan dunia Islam saat ini. Tak berdaya dan tidak
berwibawa. Banyak jumlah namun sedikit keberanian, paling jauh hanya
demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan lagi satu muslimah
diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya, anak-anak dibunuh atau
dimurtadkan, mereka diusir dari kampung halamannya, dirampas harta kekayaannya,
dan dikebiri perannya dalam percaturan dunia internasional. Kaum Muslimin hanya
mampu mengecam, mengutuk, dan mengadakan sidang, tetapi tidak ada aksi nyata
seperti Khalifah Al Mu’tashim terhadap Romawi.
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
كان المعتصم من أعظم الخلفاء وأهيبهم،
لولا ما شان سؤدده بامتحان العلماء بخلق القرآن.
“Al Mu’tashim, dahulu adalah
termasuk di antara Khalifah yang paling agung dan paling pemalu di antara
mereka, seandainya saja dia tidak mengotori kekuasaannya lantaran menyiksa
ulama dalam masalah kemakhlukan Al Quran.” (Imam As Suyuthi, Tarikhul
Khulafa’, Hal. 244)
Di atas, hanya sedikit contoh kehebatan kaum Muslimin
masa lalu. Itu pun dari satu sisi saja, yakni kekuatan dan kewibawaannya. Kita
belum membicarakan ketinggilan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia Islam, dan
dibutuhkan banyak halaman untuk menceritakannya.
Saat ini kita hidup di alam real
(nyata) umat Islam. Biarlah romantisme masa lalu itu tetap ada dan menghujam
dalam dada kita sebagai bekal dan spirit untuk meraih kembali kejayaan
yang hilang itu. Tetapi, kita tidak boleh berlama-lama dalam dunia lamunan,
romantisme kejayaan, dan – apalagi - tangisan meratapi puing-puing kehancuran
peradaban Islam pasca (setelah) runtuhnya simbol kekuatan dan
pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Turki Utsmaniyah pada tahun 1924 M di
Turki, yang dihapuskan oleh si musuh Turki (A’da At Turk – inilah
istilah yang diberikan ulama turki kepadanya), yakni Mustafa Kamal. Ada
pun sejarawan sekuler menjulukinya Attaturk (Bapaknya Turki).
Realita umat Islam hari ini, jika kita lihat,
ternyata terhimpun menjadi empat penyakit yang mesti disembuhkan dengan
cepat. Penyakit itu adalah:
1.Al Jahlu (Kebodohan)
Apa yang dimaksud kebodohan di sini? Bukankah
dunia Islam – sebagaimana dunia Barat- juga memiliki kampus-kampus bergengsi,
kecil dan dewasa, pria dan wanita berbondong-bondong menuju bangku sekolah dan
kuliah, berbeda dengan masa lalu?
Kebodohan di sini adalah ketiadaan ma’rifah
(pengetahuan mendalam) mereka terhadap Rabb dan agamanya. Bisa jadi
memang, dunia Islam tidak kalah canggih dan intelek, tetapi itu hanyalah
pengulangan kondisi Arab sebelum datang Islam. Dunia Arab sebelum Islam, juga
memiliki peradaban tinggi yang terbukti dari kemampuan mereka membuat tata kota
yang bagus, pengairan sawah yang baik, serta karya seni bernilai tinggi.
Tetapi, sejarah Islam tetap memposisikan mereka sebagai
era Jahiliyah. Sebab, keilmuan yang mereka miliki tidak
mampu menolong mereka untuk mengetahui siapa Tuhan mereka sebenarnya, justru
mereka menyembah dan mengagungkan produk budaya mereka sendiri yaitu
berhala-berhala yang indah yang mereka ciptakan.
Perhatikan umat Islam saat ini, umumnya mereka
jauh dari agamanya, jauh dari Al Quran dan Sunnah nabinya, tetapi lebih dekat
bahkan sampai taraf memberikan cinta terhadap budaya, pemikiran dan akhlak
Barat yang nota bene non muslim yang justru hendak
menghancurkannya. Sayangnya mereka tidak menyadarinya.
Hal ini membawa dampak lainnya; masjid yang sepi
kecuali shalat Jumat, merosotnya moral baik pejabat atau rakyatnya, ibadah
hanya menjadi rutinitas kosong belaka tanpa bekas dan pengaruh dalam kehidupan,
ulama tidak berwibawa baik ilmu dan perbuatannya, pergaulan bebas remaja, angka
perceraian yang tinggi, pornografi dan porno aksi dianggap biasa, dan segudang
permasalahan lainnya. Ini semua berawal dari kebodohan terhadap
agama, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berjanji
bahwa berbagai kebaikan – termasuk kebaikan dalam urusan dunia dan ilmu
pengetahuan- akan datang bersamaan dengan pemahaman yang benar terhadap agama.