Blog ini adalah hanya blog Pribadi & informasi. Tidak ada kaitannya SECARA ORGANISATORIS dengan Komunitas FKIW AL UKHUWAH Wonogiri

Sabtu, 16 November 2013

Realita Umat Islam Saat Ini



Saat itu, tepat 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi pasukan musuhnya yang berjumlah seribu orang dan pasukan yang dibawanya sejumlah 310 lebih sedikit. Hamba mulia ini memanjatkan doa yang begitu mengharu biru di tengah pasukannya yang amat sedikit dan apa adanya, melawan pasukan kafir Quraisy  yang tiga kali lipat menghadang di hadapan mereka di padang Badar. Dengan menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangannya, Beliau berdoa: 
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض

 Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah!  jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang menengadah dan menghadap Kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia terus berada di belakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata: 
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه سينجز لك ما وعدك
 “Wahai Nabi Allah! Inilah sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala: 
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني ممدكم بألف من الملائكة مردفين
 “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: "Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al Anfal (8): 9). (HR. Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
 Lalu, terjadilah pertempuran yang sebenarnya tidak seimbang itu, namun karena kekuatan iman, kekuatan ukhuwah, kepemimpinan yang berwibawa, serta ditopang strategi yang jitu, kaum Muslimin berhasil memenangkan pertempuran yang disebut dalam Al Quran sebagai “Yaumul Furqan” (Hari Pembeda). Hari yang membedakan antara hak dan batil, antara periode dakwah yang selalu tertindas menjadi dakwah yang disegani.
Syahdan, pada masa khalifah Al Mu’tashim Billah (nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad bin Harun Ar Rasyid), dia berkuasa sejak tahun 218  sampai 227 Hijriyah. Pada masanya, pasukan Islam mampu mengalahkan pasukan Romawi dengan kemenangan besar yang belum pernah terjadi pada khalifah-khalifah sebelumnya. Dia mampu memecahkan pasukan Romawi dan menembus masuk ke negeri Romawi, dan menewaskan 3000 pasukannya serta menawan yang lain sejumlah itu pula. (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 245. Cet. 1. 1425H-2004M. Maktabah Nizar Mushthafa Al Baz )
 Tahukah anda apa yang melatar belakangi pertempuran dengan Romawi kala itu? Yakni karena seorang muslimah diperkosa oleh pasukan Romawi. Lalu peristiwa memilukan ini diketahui oleh Khalifah Al Mu’tashim. Maka, demi menjaga kehormatan Islam dan kaum Muslimin, Khalifah Al Mu’tashim mengirim pasukan ke Romawi dengan armada pasukan yang sangat besar. Pasukan terdepan sudah sampai di ibu kota Romawi saat itu (yakni Konstantinopel -  Istambul saat ini) sedangkan pasukan paling belakang masih ada di istananya di Baghdad!. Ratusan  ribu  pasukan yang dikirim ke Romawi, ada yang meyebut 200 ribu lebih dan ada pula yang menyebut 500 ribu pasukan (Siyar A’lam An Nubala, 10/297), ternyata Romawi menyambutnya dengan peperangan, maka terjadilah pertempuran dahsyat yang dimenangkan pasukan Islam sebagaimana telah tertulis dalam sejarah Islam masa lalu.
 Lihatlah ini! Begitu berdayanya umat Islam, dan begitu tingginya wibawa kaum Muslimin, hanya karena seorang muslimah diperkosa, mereka tidak terima dan berbondong-bondong menggedor  Romawi dan berhasil meruntuhkan kerajaannya yang begitu besar dan ditakuti saat itu. Tetapi itu semua berhasil ditekuk dan hanyalah fatamorgana yang tidak berdaya apa-apa di depan  kekuatan iman dan ‘izzah Islam (kemuliaan Islam). Lalu bandingkanlah dengan dunia Islam saat ini.  Tak berdaya dan tidak berwibawa. Banyak jumlah namun sedikit keberanian, paling jauh hanya demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan lagi satu muslimah diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya, anak-anak dibunuh atau dimurtadkan, mereka diusir dari kampung halamannya, dirampas harta kekayaannya, dan dikebiri perannya dalam percaturan dunia internasional. Kaum Muslimin hanya mampu mengecam, mengutuk, dan mengadakan sidang, tetapi tidak ada aksi nyata seperti  Khalifah Al Mu’tashim terhadap Romawi.
 Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
كان المعتصم من أعظم الخلفاء وأهيبهم، لولا ما شان سؤدده بامتحان العلماء بخلق القرآن.
 “Al Mu’tashim, dahulu adalah termasuk di antara Khalifah yang paling agung dan paling pemalu di antara mereka, seandainya saja dia tidak mengotori kekuasaannya lantaran menyiksa ulama dalam masalah kemakhlukan Al Quran.” (Imam As Suyuthi, Tarikhul Khulafa’, Hal. 244)
Di atas, hanya sedikit contoh kehebatan kaum Muslimin masa lalu. Itu pun dari satu sisi saja, yakni kekuatan dan kewibawaannya. Kita belum membicarakan ketinggilan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia Islam, dan dibutuhkan banyak halaman untuk menceritakannya.
 Saat ini kita hidup di alam real (nyata) umat Islam. Biarlah romantisme masa lalu itu tetap ada dan menghujam dalam dada kita sebagai bekal dan spirit untuk meraih kembali  kejayaan yang hilang itu. Tetapi, kita tidak boleh berlama-lama dalam dunia lamunan, romantisme kejayaan, dan – apalagi - tangisan meratapi puing-puing kehancuran peradaban Islam pasca (setelah) runtuhnya simbol kekuatan dan pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Turki Utsmaniyah pada tahun 1924 M di Turki, yang dihapuskan oleh si musuh Turki (A’da At Turk – inilah istilah yang diberikan ulama turki kepadanya), yakni  Mustafa Kamal. Ada pun sejarawan sekuler menjulukinya Attaturk (Bapaknya Turki).
 Realita umat Islam hari ini, jika kita lihat, ternyata terhimpun  menjadi empat penyakit yang mesti disembuhkan dengan cepat. Penyakit itu adalah:
1.Al Jahlu (Kebodohan)
 Apa yang dimaksud kebodohan di sini? Bukankah dunia Islam – sebagaimana dunia Barat- juga memiliki kampus-kampus bergengsi, kecil dan dewasa, pria dan wanita berbondong-bondong menuju bangku sekolah dan kuliah, berbeda dengan masa lalu?
 Kebodohan di sini adalah ketiadaan ma’rifah (pengetahuan mendalam) mereka terhadap Rabb dan agamanya. Bisa jadi memang, dunia Islam tidak kalah canggih dan intelek, tetapi itu hanyalah pengulangan kondisi Arab sebelum datang Islam. Dunia Arab sebelum Islam, juga memiliki peradaban tinggi yang terbukti dari kemampuan mereka membuat tata kota yang bagus, pengairan sawah yang baik, serta karya seni bernilai tinggi. Tetapi, sejarah Islam tetap  memposisikan mereka sebagai  era  Jahiliyah. Sebab, keilmuan yang mereka miliki tidak mampu menolong mereka untuk mengetahui siapa Tuhan mereka sebenarnya, justru mereka menyembah dan mengagungkan produk budaya mereka sendiri yaitu berhala-berhala yang indah yang mereka ciptakan.
 Perhatikan umat Islam saat ini, umumnya mereka jauh dari agamanya, jauh dari Al Quran dan Sunnah nabinya, tetapi lebih dekat  bahkan sampai taraf memberikan cinta terhadap budaya, pemikiran dan akhlak Barat yang nota bene non muslim yang justru hendak menghancurkannya. Sayangnya mereka tidak menyadarinya.
 Hal ini membawa dampak lainnya; masjid yang sepi kecuali shalat Jumat, merosotnya moral baik pejabat atau rakyatnya, ibadah hanya menjadi rutinitas kosong belaka tanpa bekas dan pengaruh dalam kehidupan, ulama tidak berwibawa baik ilmu dan perbuatannya, pergaulan bebas remaja, angka perceraian yang tinggi, pornografi dan porno aksi dianggap biasa, dan segudang permasalahan lainnya.   Ini semua berawal dari kebodohan terhadap agama, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berjanji bahwa berbagai kebaikan – termasuk kebaikan dalam urusan dunia dan ilmu pengetahuan- akan datang bersamaan dengan pemahaman yang benar terhadap agama.