Blog ini adalah hanya blog Pribadi & informasi. Tidak ada kaitannya SECARA ORGANISATORIS dengan Komunitas FKIW AL UKHUWAH Wonogiri

Rabu, 13 Maret 2013

Pelajaran tentang Kebebasan Mengamalkan Agama



( Pelajaran Dari UUD 1945 Tentang Kebebasan Beribadah Dan Mengamalkan Sesuai Dengan Agamanya)

Saat –saat ini baru santer-santernya orang “awam” menuduh suatu masyarakat yang mengamalkan Sunah-Sunah Nabi dengan tuduhan sebagai “CIRI – CIRI TERORIS” bahkan lebih tegas lagi, orang yang berpenampilan nyunah tersebut (Jenggot panjang, celana cingkrang dll) langsung DIVONIS SEBAGAI TERORIS.
Entah apa motifnya, apakah ingin mencari perhatian masyarakat / jama’ah lain (karena alhamdulillah banyak juga masyarakat yang sudah paham tentang Sunah Nabi), para penuduh itu mungkin takut tidak dapat simpatik atau pengikut dari masyarakatnya lagi. Apapun motifnya, yang jelas ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum yaitu Pencemaran Nama Baik dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
INDONESIA adalah negara hukum, atau sering kita kenal dengan istilah rechsstaat (Pasal 1 ayat (3) UUD ’45). Begitulah amanat yang termaktub dalam dasar hukum negara kita. Jika dilihat dari ciri-ciri fisik sebuah negara disebut negara hukum, mayoritas syarat itu sudah kita capai. Kita memiliki sistem konstitusi dan hukum dasar. Yaitu Indonesia menjadi negara hukum yang melindungi segenap bangsa (warga) Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bicara tentang kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang manusia secara umum, bukan bicara tentang manusia dalam lingkungan tertentu atau manusia dalam profesi tertentu seperti Hakim, Jaksa, Polisi dan sebagainya.
Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula, sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperhitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Penyalahgunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang dibuat sedemikian sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan (membuat budek) telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro.
Dalam instrumen hukum nasional Indonesia, kebebasan beragama diatur dalam Pasal 28 (e) ayat 2 dan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 di mana disebutkan bahwa : Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Vide Pasal 28 (e) ayat 2 UUD 1945). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya, dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Vide Pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Instrumen hukum nasional tersebut pada prinsipnya sudah cukup sebagai jaminan konstitusi untuk kebebasan beragama di Indonesia.
Sedangkan dalam instrument Hukum Internasional terdapat pada Pasal 18 Universal Declaration of Human Right menyatakan : Setiap orang mempunyai hak untuk berpikir, berperasaan, dan beragama; hak ini meliputi kemerdekaan untuk menukar agama atau kepercayaan, dan kemerdekaan baik secara perseorangan maupun secara golongan, secara terbuka dan tertutup, untuk memperlihatkan agama dan kepercayaannya dengan mengerjakannya, mempraktikkannya, menyembahnya, dan mengamalkannya.
Berdasarkan instrument hukum di atas, baik nasional maupun internasional, maka orang mau memeluk dan mengamalkan agama, jenis agama, bentuk amalan maupun busana apa saja harus dihormati dan diberi kebebasan. Begitu juga sesuai konsep HAM (Hak Asasi Manusia), setiap aliran harus diberi kebebasan dan tidak boleh dilarang apalagi dihentikan penyebarannya secara paksa (*Kecuali ada peraturan khusus lain yang TELAH JELAS MELARANGNYA). Siapa yang memaksa untuk menghentikan ajaran agama semacam ini, apalagi dengan menggunakan kekerasan, maka mereka akan dicap sebagai pelanggar HAM, dan dapat diproses ke MEJA HIJAU.


BERIKUT INI DIANTARA ISI PASAL UUD 1945
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **

Pasal 28E
(1)   Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **)
(2)   Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **)
(3)   Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. **)

Pasal 28H
(1)   Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **)
(2)   Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
(3)   Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **)
(4)   Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **)

Pasal 29
(1)   Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
(2)   Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu

PELAJARAN DARI PASAL 310 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Tentang PENCEMARAN NAMA BAIK (Menuduh Sesuatu)
Pasal 310 KUHP
(1)   Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan,

Berdasarkan Pasal 310 ayat (1) KUHP, penghinaan yang dapat dipidana harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang TELAH melakukan perbuatan yang tertentu”, dengan maksud tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti menuduh mencuri, menuduh teroris, menuduh menggelapkan, menuduh berzinah, dan sebagainya. Perbuatan tersebut cukup perbuatan biasa, yang sudah tentu merupakan perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh bahwa seseorang telah berselingkuh. Dalam hal ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan.
Menurut R. Soesilo, penghinaan dalam KUHP ada 6 macam yaitu : 1. menista secara lisan (smaad); 2. menista dengan surat/tertulis (smaadschrift); 3. memfitnah (laster); 4. penghinaan ringan (eenvoudige belediging); 5. mengadu secara memfitnah alias tanpa bukti (lasterlijke aanklacht); 6. tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).
Semua penghinaan di atas hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang menderita/dinista/dihina/dituduh (delik aduan).
Maka saudaraku, jangan mudah menuduh seseorang berbuat sesuatu, yang tidak ia lakukan. Bisa-bisa anda akan dilaporkan ke pihak yang berwajib atas tuduhan – tuduhan tanpa bukti tersebut.

Akhir kata, KAMI BUKANLAH TERORIS !!!. Kami pengamal Sunnah – Sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Salam. Kemiripan penampilan yang mungkin sama dengan para pelaku tindak pidana terorisme, bukanlah Justiminasi (menghukumi) bahwa kami juga sepaham  dan sama dengan mereka. Tidaakkk....sekali lagi tidaakk !!

0 komentar:

Posting Komentar