Blog ini adalah hanya blog Pribadi & informasi. Tidak ada kaitannya SECARA ORGANISATORIS dengan Komunitas FKIW AL UKHUWAH Wonogiri

Jumat, 29 Maret 2013

Sumber Aqidah Islam

Sumber rujukan Aqidah Islam
7-    يجب الإلتزام بالألفاظ الشرعية فى العقيدة وتجنب الألفاظ البدعية , والألفاظ المجملة المحتملة للخطإ و الصواب  يستفسر عن معناها, فماكان حقا اثبت بلفظه الشرعي وما كان باطلا رد
8-    العصمة ثابتة للرسول صلى الله عله وسلم والأمة في مجموعها معصومة من الإجتماع على ضلالة واما احادها فلاعصمة لأحد منهم وما اختلف فيه الأئمة وغيرهم فمرجعه الى الكتاب و السنة مع الإعتذار للمخطئ من مجتهدي الأمة
9-    فى الأمة محدثون ملهمون و الرؤيا الصالحة حق وهي جزء من النبوة والفراسة الصادقة حق وهذه كرامات ومبشرات بشرط موافقتها للشرع وليست مصدرا للعقيدة ولا للتشريع
7. Wajib berpegang dengan lafaz syar'i dalam beraqidah dan menjauhi lafaz bid'ah. Lafaz-lafaz yang masih mujmal (umum) yang bisa mengandung salah dan benar, maka digali maknanya. Jika benar, maka ditetapkan dengan lafaz yang syar'i, dan jika batil, maka ditolak.
8. Kema'shuman (terpelihara dari kesalahan) ada pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Para sahabat keseluruhannya juga terjaga dari bersepakat di atas kesesatan, namun secara individu, maka tidak ada seorang pun di antara mereka yang ma'shum. Jika ada perbedaan di antara para imam atau selain mereka, maka perkara tersebut dikembalikan kepada Al Qur'an dan As Sunnah dengan mema'afkan orang yang keliru dari kalangan mujtahid umat ini. 
9.  Di umat ini ada orang-orang yang mendapatkan ilham. Mimpi yang baik adalah hak (benar), ia bagian dari kenabian dan firasat yang benar adalah hak. Ini semua merupakan karamah dan kabar gembira dengan syarat sesuai syari'at. Namun ia bukanlah sumber rujukan dalam berakidah dan menetapkan syari'at. (Mujmal Ushul Ahlissunah karya Dr. Nashir Al ‘Aql).
Penjelasan:
No. 7: Contoh nomor tujuh adalah lafaz yang digunakan oleh sebagian orang ketika ditanya, "Di mana Allah?" ia menjawab: "Di jihat (arah)". Ini termasuk lafaz bid'ah, tidak jelas dan masih mengandung kemungkinan-kemungkinan yang bisa benar dan bisa salah. Bahkan ia wajib menjawab dengan lafaz syar'i, seperti fis samaa' (di atas langit) sebagaimana jawaban seorang budak wanita yang dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau "Ar Rahmaanu 'alal 'arsyis tawaa" (Allah bersemayam di atas 'arsy). Wallahu a'lam.
No. 8:  Karena para sahabat tidak mungkin berkumpul di atas kesesatan, maka Ijma' mereka (as salafush shaalih) adalah ma'shum. Adapun secara individu, maka masing-masing mereka tidak ma'shum. Kemudian, apa saja yang diperselisihkan oleh para ulama, maka jalan keluarnya adalah dengan mengembalikan masalah tersebut kepada Al Qur'an dan As Sunnah. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), … (An NIsaa': 59)
Bagi para mujtahid diberi udzur, dima'afkan dan tidak dicela, karena niat mereka yang baik untuk mencari yang hak dan telah bersusah payah untuk menggali hukum setelah melalui cara istinbat yang dibenarkan.
No.9: Abu Zaid Ad Dabusiy –salah seorang ulama madzhab Hanafi- berkata, "Sesungguhnya ilham adalah sesuatu yang menggerakkan hati kepada suatu ilmu yang mengarah kepada pengamalan ilmu tersebut tanpa mencari dalil lagi."
Di kalangan umat ini ada orang yang mendapatkan ilham dan mimpi yang benar serta firasat. Itu semua merupakan karamah dan kabar gembira selama sesuai syari'at. Namun ilham, mimpi dan firasat bukanlah sumber rujukan 'Aqidah dan hukum Islam. Oleh karena itu, kita tidak mengatakan bahwa semua itu merupakan hujjah syar'i, ia adalah cahaya dari Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya. Jika sesuai syari'at, maka syari'at itulah yang menjadi hujjah.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قَدْ كَانَ فِيْمَا مَضَى قَبْلَكُمْ مِنَ اْلأُمَمِ أُنَاسٌ مُحَدَّثُوْنَ فَإِنْ يَكُ فِي أُمَّتِي أَحَدٌ مِنْهُمْ فَهُوَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ
"Dahulu di kalangan umat sebelum kalian ada orang-orang yang mendapatkan ilham. Jika ada pada umatku seorang seperti itu, maka ia adalah Umar bin Khaththab." (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan Nasa'i, Shahihul Jami' no. 4377)
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abbas Al Hamdaniy Abu Ahmad tentang firman Allah Ta'ala, "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, Kami akan tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kamiDan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik." (Terj. QS. Al 'Ankabut: 69) ia berkata, "Orang-orang yang mengamalkan ilmu yang mereka ketahui, maka Allah akan menunjuki mereka kepada ilmu yang tidak mereka ketahui." Ahmad bin Abil Hawariy berkata, "Lalu aku sampaikan kata-kata itu kepada Abu Sulaiman Ad Daraniy dan ia kagum terhadapnya, lalu berkata, "Tidak patut bagi orang yang diilhami kepada suatu kebaikan langsung mengamalkannya sampai ia mendengar ada keterangannya dalam atsar (riwayat atau hadits). Jika ia telah mendengarnya dalam atsar, maka ia mengamalkannya dan memuji Allah karena sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya."

Minggu, 24 Maret 2013

Kiat Selamat dan aman di jalan Raya

Yang pertama dan paling utama adalah selalu berdoa kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. mohon diberikan kemanan dan keselamatan di jalan. Diantaranya dengn membaca do'a naik kendaraan :


بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ {سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ. وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ} الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، الْحَمْدُ لِلَّهِ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ إِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ فَاغْفِرْ لِيْ، فَإِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ.
Bismillaah, Alhamdulillaahi { Subhaanalladzii sakhkharalanaa hadzaa wamaa kunnaa lahu muqriniina, wainnaa ilaa Rabbinaa lamunqalibuun }

“Dengan nama Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Tuhan yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya. Dan sesung-guhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami (di hari Kiamat). Segala puji bagi Allah (3x), Maha Suci Engkau, ya Allah! Sesungguhnya aku menganiaya diriku, maka ampunilah aku. Sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau.” (HR. Abu Dawud 3/34, At-Tirmidzi 5/501, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 3/156.

Meminimalkan Resiko dalam Berkendara
Memahami dan Mengurangi Resiko
·         Kendaraan harus dalam kondisi yang prima.
·         Berkendara hanya dalam keadaan sehat secara fisik dan mental.
·         Antisipasi tindakan pengguna jalan lain dan langkah-langkah pencegahan untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
·         Berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan berkendara secara benar, aman dan bertanggung jawab.
Mengatur Sikap, Penglihatan, Ruang dan Waktu - S I P D E Process

S = Search/Scan ( melihat )
Melihat dan memperhatikan seluruh situasi di jalan dalam berkendara.


I = Identify ( mengenali )
Kenali obyek diam atau bergerak.


P = Predict ( memperkirakan )
Perkirakan aksi atau pergerakan dan perubahan yang terjadi di jalan.


D = Decide ( memutuskan )
Putuskan apa yang akan dan harus dilakukan.


E = Execute (melaksanakan/melakukan )
Melaksanakan keputusan yang sudah dibuat sebelumnya.

The SMITH System
·         Selalu melihat jauh ke depan.
·         Selalu gerakan mata.
·         Dapatkan gambaran menyeluruh situasi di jalan.
·         Sediakan ruang di depan, belakang, kanan dan kiri untuk menghindar.
·         Pastikan pengguna jalan lain melihat anda.
Pengaruh Lingkungan Sosial
Alkohol dan Obat Terlarang
Dilarang berkendara dalam keadaan mabuk karena mengkonsumsi minuman beralkohol dan karena pengaruh obat terlarang seperti narkotik dan lain-lain.
Gangguan dalam Berkendara
*Dari Luar Kendaraan
Billboard iklan, kecelakan pada lajur lain, dll.

*Dari Dalam Kendaraan


Makan dan atau minum
Makan dan atau minum sambil berkendara SANGAT BERBAHAYA , karena selain mengendarai dengan satu tangan kegiatan tersebut memecah konsentrasi dalam berkendara.

Merokok
Merokok sambil berkendara juga BERBAHAYA karena focus mata tertuju pada ujung rokok sewaktu dinyalakan selain asap dan abunya bisa mengenai mata.


Telepon Genggam
Berkendara sambil menggunakan ‘handphone’ sama BERBAHAYA nya dengan berkendara dalam keadaan mabuk karena pengaruh alcohol. Bukan karena cara memegang atau menggunakan ‘hand free’, tapi karena konsentrasi dipaksa terbagi dua antara berkendara dan topik pembicaraan.
Berbicara Pada Penumpang
Jika topik pembicaraan dapat membuat pengendara berpikir keras
sehingga konsentrasi terbagi dua, maka hal tersebut menempatkan pengendara dan penumpang dalam BAHAYA.


Mengganti Cassette, CD atau Channel Radio
Hal ini juga BAHAYA karena konsentrasi dapat terpecah.


Semoga bermanfaat.


Patuh dan ta'at dalam berlalu-lintas

Apa yang paling dibenci oleh masyarakat kepada Polisi?
“Saat ditilang pak!”
Ya! Masih banyak masyarakat Indonesia yang menjawab demikian.
Oleh karena itu pada kesempatan yang berbahagia ini, kita akan membahas topik tentang tilang agar tidak salah kaprah apabila rekan-rekan ditilang oleh Polisi lalu lintas.
Namun sebelumnya perkenankanlah kami membuka ingatan para pembaca tentang Maqashid Asy Syarilah. Diantara maksud-maksud atau tujuan disyariatkannya ajaran Islam adalah dalam Islam hal yang dianggap dharuri dan harus dijaga atau dipelihara secara hirarkis ada 5 macam:
a)      Agama (الدين)
b)      Jiwa (النفس)
c)       Akal (العقل)
d)      Keturunan atau kehormatan (النسل او العرض)
e)      Harta (المال)
Islam datang untuk menjamin terpeliharanya lima hal yang primer (الضرورية الخمس)tersebut. Untuk itulah syara’ (agama) memberi aturan-aturan yang berkaitan dengan penjagaan lima hal primer ini, seperti Kewajiban jihad, larangan membunuh, larangan minum miras, perintah menikah, larangan berzina, larangan mencuri, larangan membahayakan diri atau orang lain dan lain sebagainya.
Segala aturan dan hukum yang masuk kategori dharuriyyat ini sama sekali tidak boleh diabaikan dan harus dipatuhi, kecuali dalam kondisi jika dilaksanakan maka akan dapat merusak ketentuan yang yang lebih tinggi dan lebih penting darinya. Sebagai contoh seorang muslim dilarang membunuh siapapun, muslim atau non muslim, namun larangan itu dapat gugur dan tidak berlaku jika dalam peperangan untuk mempertahankan agama. Contoh lain, mempertahankan harta dari perampok itu harus, tapi jika dikhawatirkan akan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih besar, seperti akan terjadi pembunuhan, maka melepaskan harta lebih diutamakan dari pada mempertahankannya.
Juga contoh yang berkaitan dengan artikel kami saat ini adalah, dilarang membahayakan diri ataupun orang lain dalam berjalan atau berkendara di jalan raya. Yaitu kewajiban kita mematuhi rambu-rambu lalu lintas untuk menjaga jiwa kita dan orang lain dari kecelakaan.
Mulai Januari 2010 lalu, UU Lalu Lintas Nomor 22 Tahun 2009 telah efektif berlaku, menggantikan UU Nomor 14 Tahun 1992. Banyak peraturan baru yang harus dicermati jika tak mau disemprit ketika berkendara. Sebab, hingga saat ini tak sedikit yang tak mengetahui aturan-aturan baru yang diberlakukan UU ini. Sanksi pidana dan denda bagi para pelanggarnya pun tak main-main. Jika dibandingkan UU yang lama, UU Lalu Lintas yang baru menerapkan sanksi yang lebih berat. Berikut ini beberapa hal yang sebaiknya diketahui oleh para pengguna kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat/lebih:

• Kenakan Helm Standar Nasional Indonesia (SNI)
Jangan lagi kenakan helm batok. Gunakanlah helm SNI. Selain karena alasan keselamatan, menggunakan helm jenis ini sudah menjadi kewajiban seperti diatur dalam Pasal 57 Ayat (2) dan Pasal 106 Ayat (8). Sanksi bagi pelanggar aturan ini, pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda paling banyak Rp 250.000 (Pasal 291). Sanksi yang sama juga akan dikenakan bagi penumpang yang dibonceng dan tidak mengenakan helm SNI.

Siapakah orang yang paling kaya ?

"Yang punya perusahaan Microsoft; Bill Gates!" Mungkin inilah jawaban yang terlontar, andaikan salah seorang dari kita dihadapkan pada pertanyaan di atas. Atau bisa jadi jawabannya, "Pemain bola anu!" atau "Artis itu!"
Berbagai jawaban di atas barangkali akan sangat dianggap wajar karena barometer kekayaan di benak kebanyakan orang saat ini diukur dengan kekayaan harta duniawi. Padahal, jika menggunakan barometer syariat, bukan merupakan hal yang mustahil bahwa kita pun amat berpeluang untuk menjadi kandidat orang paling “kaya”!
Orang paling kaya di mata syariat
Orang paling kaya, jika diukur dengan timbangan syariat, adalah: orang yang paling nrimo.
Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan,

لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ

"Kekayaan tidaklah diukur dengan banyaknya harta, namun kekayaan yang hakiki adalah kekayaan hati." (HR. Bukhari dan Muslim; dari Abu Hurairah)
Kaya hati, atau sering diistilahkan dengan "qana'ah", artinya adalah 'nrimo (menerima) dan rela dengan berapa pun yang diberikan oleh Allah Ta'ala.
Berapa pun rezeki yang didapatkan, dia tidak mengeluh. Mendapat rezeki banyak, bersyukur; mendapat rezeki sedikit, bersabar dan tidak mengumpat.
Andaikan kita telah bisa mengamalkan hal di atas, saat itulah kita bisa memiliki kans besar untuk menjadi orang terkaya di dunia. Ujung-ujungnya, keberuntunganlah yang menanti kita, sebagaimana janji Sang Musthafa shallallahu 'alaihi wa sallam,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

"Beruntunglah orang yang berislam, dikaruniai rezeki yang cukup, dan dia dijadikan menerima apa pun yang dikaruniakan Allah (kepadanya)." (HR. Muslim; dari Abdullah bin 'Amr)
Berdasarkan barometer di atas, bisa jadi orang yang berpenghasilan dua puluh ribu sehari dikategorikan orang kaya, sedangkan orang yang berpenghasilan dua puluh juta sehari dikategorikan orang miskin. Pasalnya, orang pertama merasa cukup dengan uang sedikit yang didapatkannya. Adapun orang kedua, dia terus merasa kurang walaupun uang yang didapatkannya sangat banyak.
Bagaimana mungkin orang yang berpenghasilan dua puluh ribu dianggap berkecukupan, padahal ia harus menafkahi istri dan anak-anaknya?
Ya, selain karena keberkahan yang Allah limpahkan dalam hartanya, juga karena ukuran kecukupan menurut Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebagai berikut,

مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا

"Barangsiapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya." (HR. Tirmidzi; dinilai hasan oleh Al-Albani)
Kiat membangun pribadi yang qana'ah

Selasa, 19 Maret 2013

Niat dalam ibadah

بسم الله الرحمن الرحيم
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
“Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak diperolehnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai niat hijrahnya.” (HR. Bukhari)
Syarh (penjelasan)
Imam Bukhari menyebutkan hadits ini di awal kitab shahihnya sebagai mukaddimah kitabnya, di sana tersirat bahwa setiap amalan yang tidak diniatkan karena mengharap Wajah Allah adalah sia-sia, tidak ada hasil sama sekali baik di dunia maupun di akhirat.
Mayoritas ulama salaf berpendapat bahwa hadits ini sepertiga Islam. Mengapa demikian?
Jawab:
Menurut Imam Baihaqi, karena tindakan seorang hamba itu terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya, dan niat yang tempatnya di hati adalah salah satu dari tiga hal tersebut dan yang paling utama.
Menurut Imam Ahmad adalah karena ilmu itu berdiri di atas tiga ka’idah, di mana semua masalah kembali kepadanya, yaitu:
Pertama, hadits Innamal a’maalu bin niyyah (Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya).
Kedua, hadits Man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amrunaa fahuwa radd (Barang siapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak).
Ketiga, hadits Al Halaalu bayyin wal haraamu bayyin (Yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas).”
Di samping itu, niat adalah tolok ukur suatu amalan; diterima atau tidaknya tergantung niat dan banyaknya pahala yang didapat atau sedikit pun tergantung niat.
Pada hadits di atas Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membuatkan perumpamaan untuk niat dengan amalan hijrah, yakni barang siapa yang berhijrah dari negeri syirk mengharapkan pahala Allah, ingin bertemu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menimba ilmu syari’at agar bisa mengamalkannya, maka berarti ia berada di atas jalan Allah (Fa hijratuhuu ilallah wa rasuulih), dan Allah akan memberikan balasan untuknya. Dan jika sesesorang berhijrah dengan niat untuk mendapatkan keuntungan duniawi, maka dia tidak mendapatkan pahala apa-apa, bahkan bila ke arah maksiat, ia akan memperoleh azab.
Ta’rif (definisi) niat
Niat secara istilah artinya keinginan seseorang untuk mengerjakan sesuatu, tempatnya di hati bukan di lisan. Menurut para fuqaha’ (ahli fiqh), niat memiliki dua makna:
a.  Tamyiiz (pembeda), hal ini ada dua macam:
-       Pembeda antara ibadah yang satu dengan lainnya. Misalnya antara shalat fardhu dengan shalat sunnah, shalat zhuhur dengan shalat ‘Ashar, puasa wajib dengan puasa sunat, dsb.
-       Pembeda antara kebiasaan dengan ibadah. Misalnya mandi untuk mendinginkan badan dengan mandi karena janabat, menahan diri dari makan untuk kesembuhan dengan menahan diri dari makan karena puasa.
b.  Qasd (meniatkan suatu amalan karena apa atau karena siapa).
      Yakni apakah suatu amal ditujukan karena mengharap wajah Allah Ta’ala saja  (ikhlas) atau karena lainnya, atau apakah ia mengerjakannya karena Allah, juga karena lainnya atau bagaimana.
Pendapat ulama salaf tentang pentingnya niat dan pentingnya mempelajari niat
Yahya bin Katsir berkata, “Pelajarilah niat, karena niat itu lebih sampai daripada amal.”
Abdullah bin Abi Jamrah berkata, “Aku ingin kalau seandainya di antara fuqaha ada yang kesibukannya hanya mengajarkan kepada orang-orang niat mereka dalam mengerjakan suatu amal dan hanya duduk mengajarkan masalah niat saja.”
Sufyan Ats Tsauriy berkata, “Dahulu orang-orang mempelajari niat sebagaimana kalian mempelajari amal.”
Sebagaimana dikatakan oleh Yahya bin Katsir di atas bahwa niat lebih sampai daripada amal, oleh karena itu Abu Bakr Ash Shiddiq radhiyallahu 'anhu dapat mengungguli orang-orang Khawarij (kelompok yang keluar dari barisan kaum muslimin dan memvonis kafir pelaku dosa besar) dalam hal ibadah karena niatnya, di samping itu amalan yang kecil akan menjadi besar karena niatnya. Sehingga dikatakan “Memang Abu Bakr Ash Shiddiq dan sahabat-sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dikalahkan ibadahnya oleh Khawarij, tetapi para sahabat mengungguli mereka dengan niatnya.”

Kamis, 14 Maret 2013

Pengertian Aqidah Islam

بسم الله الرحمن الرحيم

'Aqidah Islam (1)

'Aqidah ibarat pondasi dalam sebuah banguan. Bangunan agar kuat harus diperkuat pondasinya, jika tidak kuat, maka bangunan yang didirikan di atasnya mudah roboh. Inilah sebabnya mengapa kita harus memperkuat 'aqidah Islam.
Ta'rif 'Aqidah Islam
'Aqidah secara bahasa berasal dari kata 'aqd yang berarti mempererat, mengokohkan dan mengikat dengan kuat. Secara istilah 'aqidah adalah keyakinan yang kuat yang tidak dimasuki oleh keraguan. Dengan demikian, Aqidah Islam berarti keimanan yang kuat kepada Allah Ta'ala dengan  melaksanakan kewajiban berupa tauhid dan taat kepada-Nya, demikian juga beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada qadar serta mengimani semua yang sudah shahih tentang prinsip-prinsip agama (ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, berita yang disebutkan dalam Al Qur'an maupun As Sunnah baik 'ilmiyyah (sebagai pengetahuan yang harus diyakini) maupun amaliyyah (pengetahuan yang harus diamalkan).

Nama lain 'Aqidah Islam
Nama lain 'Aqidah Islam menurut Ahlus Sunnah di antaranya adalah Al I'tiqad, Al 'Aqaa'id, At Tauhid, As Sunnah, Ushuluddin, Ushuluddiyaanah, Al Fiqhul Akbar dan Asy Syarii'ah. Inilah beberapa nama yang paling terkenal di kalangan Ahlus Sunnah. Adapun penamaan 'Aqidah Islam dengan ilmu kalam, filsafat, tashawwuf dan teologi tidaklah dibenarkan, karena perbedaan yang mencolok dalam ilmu-ilmu tersebut dengan 'Aqidah Islam. Dalam ilmu kalam dan filsafat, misalnya, yang dijadikan sandaran adalah akal bukan wahyu.
Sedangkan dalam ilmu tashawwuf di antara sandarannya adalah kasyf (adanya penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib). Adapun yang dijadikan sandaran dalam 'Aqidah Islam adalah Al Qur'an, As Sunnah yang shahih dan ijma' salafush shalih (generasi pertama Islam). Di samping itu, jika akal dijadikan sandaran untuk menetapkan 'aqidah hasilnya hanyalah zhann (perkiraan) yang bisa benar dan bisa salah karena keterbatasannya dan tidak mampu menjangkau yang ghaib. Lalu bagaimana jika perkiraannya salah, maka sama saja ia telah berkata tentang Allah Ta'ala tanpa ilmu, dan yang demikian merupakan dosa yang sangat besar. Allah Ta'ala berfirman:
"……dan (mengharamkan) mengada-ada terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui." (Terj. Al A'raaf: 33)
Oleh karena itu, prinsip kita dalam masalah 'Aqidah adalah tauqifiyyah (diam menunggu dalil).

Pentingnya mengenal 'Aqidah Islam atau 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah secara tafsil (rinci)
Banyak orang yang mengaku dirinya Ahlussunnah wal Jama'ah, akan tetapi dalam perjalanannya ternyata banyak menyelisihi Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Hal ini tidak lain, karena pengenalan mereka tentang Ahlussunnah wal Jama'ah masih bersifat mujmal (garis besar) atau tidak terperinci. Secara umum, memang mereka mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak ada seorang muslim pun kecuali yang dijadikan acuan dalam hidupnya adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi sangat disayangkan, mereka tidak mengerti lebih rinci 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah sehingga banyak praktek yang dilakukan mereka ternyata bertentangan dengan 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah. Nah, pada risalah yang singkat ini, kami akan jelaskan lebih rinci 'Aqidah Ahlussunnah wal Jama'ah yang merupakan 'Aqidah salafush shaalih terdahulu –insya Allah-.

Pamflet Tabligh Akbar



Rute ke Tempat Kajian :
Dengan Kendaraan Umum
Dari Solo, naik bus turun di depan kantor agraria Wonogiri. Lalu jalan kaki kurang lebih 70 meter ke Selatan. (Sudah terlihat alun-alun dan Masjid At Taqwa).
Dari Arah Purwantoro / Ponorogo, naik bus langsung turun di aun-alun Wonogiri.

Dengan Kendaraan Pribadi.
Dari Solo lurus terus sampai masuk Kabupaten Wonogiri, bangjo pertama belok ke kanan arah kota, sampai perempatan ponten belok kiri kurang lebih 100 meter, ada perempatan belok ke kanan, sudah terlihat alun-alun dan Masjid At Taqwa.
Dari arah Purwantoro / Ponorogo, ketika sudah masuk jalan protokol Wonogiri, langsung belok kiri, sampai pertigaan yang mengarah ke kantor Cabang BRI Wonogiri sebelum bangjo, belok kiri kurang lebih 100 meter.

Rabu, 13 Maret 2013

Pelajaran tentang Kebebasan Mengamalkan Agama



( Pelajaran Dari UUD 1945 Tentang Kebebasan Beribadah Dan Mengamalkan Sesuai Dengan Agamanya)

Saat –saat ini baru santer-santernya orang “awam” menuduh suatu masyarakat yang mengamalkan Sunah-Sunah Nabi dengan tuduhan sebagai “CIRI – CIRI TERORIS” bahkan lebih tegas lagi, orang yang berpenampilan nyunah tersebut (Jenggot panjang, celana cingkrang dll) langsung DIVONIS SEBAGAI TERORIS.
Entah apa motifnya, apakah ingin mencari perhatian masyarakat / jama’ah lain (karena alhamdulillah banyak juga masyarakat yang sudah paham tentang Sunah Nabi), para penuduh itu mungkin takut tidak dapat simpatik atau pengikut dari masyarakatnya lagi. Apapun motifnya, yang jelas ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum yaitu Pencemaran Nama Baik dan pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).
INDONESIA adalah negara hukum, atau sering kita kenal dengan istilah rechsstaat (Pasal 1 ayat (3) UUD ’45). Begitulah amanat yang termaktub dalam dasar hukum negara kita. Jika dilihat dari ciri-ciri fisik sebuah negara disebut negara hukum, mayoritas syarat itu sudah kita capai. Kita memiliki sistem konstitusi dan hukum dasar. Yaitu Indonesia menjadi negara hukum yang melindungi segenap bangsa (warga) Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bicara tentang kesadaran hukum pada hakekatnya adalah bicara tentang manusia secara umum, bukan bicara tentang manusia dalam lingkungan tertentu atau manusia dalam profesi tertentu seperti Hakim, Jaksa, Polisi dan sebagainya.
Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seyogyanya kita lakukan atau perbuat atau yang seyogyanya tidak kita lakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masing-masing terhadap orang lain. Kesadaran hukum mengandung sikap tepo sliro atau toleransi. Kalau saya tidak mau diperlakukan demikian oleh orang lain, maka saya tidak boleh memperlakukan orang lain demikian pula, sekalipun saya sepenuhnya melaksanakan hak saya. Kalau saya tidak suka tetangga saya berbuat gaduh di malam hari dengan membunyikan radionya keras-keras, maka saya tidak boleh berbuat demikian juga. Tepo sliro berarti bahwa seseorang harus mengingat, memperhatikan, memperhitungkan dan menghormati kepentingan orang lain dan terutama tidak merugikan orang lain. Penyalahgunaan hak atau abus de droit seperti misalnya mengendarai sepeda motor milik sendiri yang diperlengkapi dengan knalpot yang dibuat sedemikian sehingga mengeluarkan bunyi yang keras sehingga memekakan (membuat budek) telinga jelas bertentangan dengan sikap tepo sliro.
Dalam instrumen hukum nasional Indonesia, kebebasan beragama diatur dalam Pasal 28 (e) ayat 2 dan Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 di mana disebutkan bahwa : Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan fikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya (Vide Pasal 28 (e) ayat 2 UUD 1945). Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya, dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Vide Pasal 29 ayat 2 UUD 1945). Instrumen hukum nasional tersebut pada prinsipnya sudah cukup sebagai jaminan konstitusi untuk kebebasan beragama di Indonesia.
Sedangkan dalam instrument Hukum Internasional terdapat pada Pasal 18 Universal Declaration of Human Right menyatakan : Setiap orang mempunyai hak untuk berpikir, berperasaan, dan beragama; hak ini meliputi kemerdekaan untuk menukar agama atau kepercayaan, dan kemerdekaan baik secara perseorangan maupun secara golongan, secara terbuka dan tertutup, untuk memperlihatkan agama dan kepercayaannya dengan mengerjakannya, mempraktikkannya, menyembahnya, dan mengamalkannya.
Berdasarkan instrument hukum di atas, baik nasional maupun internasional, maka orang mau memeluk dan mengamalkan agama, jenis agama, bentuk amalan maupun busana apa saja harus dihormati dan diberi kebebasan. Begitu juga sesuai konsep HAM (Hak Asasi Manusia), setiap aliran harus diberi kebebasan dan tidak boleh dilarang apalagi dihentikan penyebarannya secara paksa (*Kecuali ada peraturan khusus lain yang TELAH JELAS MELARANGNYA). Siapa yang memaksa untuk menghentikan ajaran agama semacam ini, apalagi dengan menggunakan kekerasan, maka mereka akan dicap sebagai pelanggar HAM, dan dapat diproses ke MEJA HIJAU.

Selasa, 12 Maret 2013

Kontribusi Terhadap Dakwah

Pada dasarnya umat manusia menginginkan perubahan dalam hidupnya. Baik secara individual maupun kolektif. Dan ajaran Islam memberikan konsep yang jelas untuk mencapainya. Yakni perubahan menuju kehidupan yang lebih baik dari hari ini. Kondisi ke arah itu hanya dapat dilakukan melalui penataan dakwah dengan sebaik-baiknya.
Upaya untuk mencapai perubahan umat ini, dakwah tidak dapat mengandalkan kekuatan di luar kemampuan manusia. Sekalipun orang beriman mengakui adanya kekuatan-kekuatan di luar kemampuan manusia yang dapat mempengaruhi kekuatan dirinya.
Untuk meraih terwujudnya cita-cita perjuangan dakwah, kontribusi aktivis dakwah menjadi kunci utamanya. Dengannya kemudahan-kemudahan dakwah akan datang menyertai perjuangan mulia tersebut. Sehingga kontribusi dalam dakwah merupakan suatu tuntutan atau keniscayaan.
Kontribusi Dakwah Merupakan Keniscayaan Dalam Perjuangan
Kontribusi dalam dakwah adalah memberikan sesuatu baik jiwa, harta, waktu, kehidupan dan segala sesuatu yang dipunyai oleh seseorang untuk sebuah cita-cita. Ini menjadi bentuk pengorbanan seorang kader terhadap dakwah. Perjuangan dan pengorbanan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Kontribusi dakwah, besar atau kecil memiliki kedudukan yang sangat penting dalam menegakkan Islam. Melalui pengorbanan, bangunan ini dapat berdiri tegak dari komponen satu sama lain baik besar ataupun kecil. Demikian pula kedudukan status sosial seseorang yang dipandang rendah tatkala memberikan pengorbanannya maka ia sama kedudukannya dengan yang lain bahkan mungkin lebih tinggi lagi.
Untuk Meraih Pertolongan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Meskipun orang yang beriman meyakini bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, tetapi pertolongan-Nya tidak boleh diartikan sebagai sebuah ‘keajaiban dari langit’ yang datang dengan tiba-tiba dan begitu saja. Sekalipun hal itu bisa saja terjadi menurut kehendak Allah Subahanahu Wa Ta’ala.
Namun pertolongan Allah itu harus diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para hamba-Nya dalam memberikan perhatian dan pengorbanannya kepada dakwah. Firman Allah Subahanahu Wa Ta’ala., “Jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Allah akan menolong kamu dan meneguhkan langkah-langkah kamu.” (Muhammad: 7)
Oleh karena itu, untuk meraih pertolongan Allah, perlu mencari penyebab datangnya. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah dengan memberikan kontribusi terhadap dakwah ini. Apalagi di saat dakwah ini menghadapi rintangan dari musuh-musuhnya. Situasi seperti inilah kontribusi aktivis dakwah dapat menjadi pintu untuk pertolongan-Nya. Terlebih-lebih dalam situasi yang pelik dan terjepit. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)
Karakter Aktivis Dakwah
Dalam kaedah syair Bahasa Arab dikatakan bahwa, ‘Fain faqadu syaian lam yu’thi.‘ Siapa yang tidak punya, maka ia tidak akan dapat memberikan sesuatu. Maka mungkinkah seseorang akan memberikan kontribusinya sementara dirinya tidak memiliki apa-apa. Mereka yang tidak bisa memberikan pengorbananan apa-apa sepantasnya merasa malu. Karena telah banyak kebaikan Allah Subahanahu Wa Ta’ala pada kita. Oleh sebab itu seorang aktivis dakwah perlu mengetahui apa yang ia punyai.
Kaum yang beriman, khususnya aktivis dakwah, tidak boleh bakhil. Kontribusi apapun, yang telah ia tunaikan akan sangat bermanfaat bagi dakwah ini. Kemanfaatan pengorbanan itu hanya ada pada saat kehidupan di dunia ini baik bagi orang lain terlebih lagi bagi dirinya sendiri. Setelah mati, tidak ada sesuatu pun yang bisa diberikan oleh manusia untuk menambah timbangan kebaikannya di alam barzah kelak.
Karenanya, karakter aktivis dakwah yang sesungguhnya adalah berwatak merasa ringan untuk berkorban terhadap dakwah. Tidak ada sesuatupun yang merintanginya untuk berkorban. Ia cepat merespon tuntutan kebutuhan dakwah ini.
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang”. (Ash-Shaff: 14)
Kelangsungan Dakwah