Saat itu, tepat 17 Ramadhan tahun kedua Hijriyah,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi pasukan
musuhnya yang berjumlah seribu orang dan pasukan yang dibawanya sejumlah 310
lebih sedikit. Hamba mulia ini memanjatkan doa yang begitu mengharu biru
di tengah pasukannya yang amat sedikit dan apa adanya, melawan pasukan kafir
Quraisy yang tiga kali lipat menghadang di hadapan mereka di padang
Badar. Dengan menghadap Kiblat dan mengangkat kedua tangannya, Beliau
berdoa:
اللهم! أنجز لي ما وعدتني. اللهم! آت
ما وعدتني. اللهم! إن تهلك هذه العصابة من أهل الإسلام لا تعبد في الأرض
Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! Berikan apa yang telah Kau janjikan kepadaku. Ya Allah! jika Engkau biarkan pasukan Islam ini binasa, … maka tidak ada lagi yang menyembahMu di muka bumi.”
Beliau senantiasa berdoa dengan suara tinggi seperti
itu dan menggerakan kedua tangannya yang sedang menengadah dan menghadap
Kiblat, sampai-sampai selendang yang dibawanya jatuh dari pundaknya. Lalu Abu
Bakar menghampirinya dan meletakkan kembali selendang itu di pundaknya dan dia
terus berada di belakangnya. Lalu Abu Bakar Radhiallahu ‘Anhu berkata:
يا نبي الله! كذاك مناشدتك ربك. فإنه
سينجز لك ما وعدك
“Wahai Nabi Allah! Inilah
sumpahmu kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia akan memenuhi apa yang dijanjikanNya
kepadamu.”
Lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
إذ تستغيثون ربكم فاستجاب لكم أني
ممدكم بألف من الملائكة مردفين
“(Ingatlah),
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu:
"Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu
malaikat yang datang berturut-turut." (QS. Al Anfal (8): 9). (HR.
Muslim No. 1763, At Tirmidzi No. 5075, Ibnu Hibban No. 4793. Ahmad No. 208,
Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf, 7/95)
Lalu, terjadilah pertempuran yang sebenarnya
tidak seimbang itu, namun karena kekuatan iman, kekuatan ukhuwah, kepemimpinan
yang berwibawa, serta ditopang strategi yang jitu, kaum Muslimin berhasil
memenangkan pertempuran yang disebut dalam Al Quran sebagai “Yaumul Furqan”
(Hari Pembeda). Hari yang membedakan antara hak dan batil, antara periode
dakwah yang selalu tertindas menjadi dakwah yang disegani.
Syahdan, pada masa khalifah Al Mu’tashim
Billah (nama aslinya adalah Abu Ishaq Muhammad bin Harun Ar Rasyid), dia
berkuasa sejak tahun 218 sampai 227 Hijriyah. Pada masanya, pasukan Islam
mampu mengalahkan pasukan Romawi dengan kemenangan besar yang belum pernah
terjadi pada khalifah-khalifah sebelumnya. Dia mampu memecahkan pasukan Romawi
dan menembus masuk ke negeri Romawi, dan menewaskan 3000 pasukannya serta
menawan yang lain sejumlah itu pula. (Imam As Suyuthi, Tarikhul
Khulafa’, Hal. 245. Cet. 1. 1425H-2004M. Maktabah Nizar Mushthafa Al Baz )
Tahukah anda apa yang melatar belakangi
pertempuran dengan Romawi kala itu? Yakni karena seorang muslimah diperkosa
oleh pasukan Romawi. Lalu peristiwa memilukan ini diketahui oleh Khalifah Al
Mu’tashim. Maka, demi menjaga kehormatan Islam dan kaum Muslimin, Khalifah Al
Mu’tashim mengirim pasukan ke Romawi dengan armada pasukan yang sangat besar.
Pasukan terdepan sudah sampai di ibu kota Romawi saat itu (yakni Konstantinopel
- Istambul saat ini) sedangkan pasukan paling belakang masih ada di
istananya di Baghdad!. Ratusan ribu pasukan yang dikirim ke Romawi,
ada yang meyebut 200 ribu lebih dan ada pula yang menyebut 500 ribu pasukan (Siyar
A’lam An Nubala, 10/297), ternyata Romawi menyambutnya dengan
peperangan, maka terjadilah pertempuran dahsyat yang dimenangkan pasukan Islam
sebagaimana telah tertulis dalam sejarah Islam masa lalu.
Lihatlah ini! Begitu berdayanya umat Islam, dan
begitu tingginya wibawa kaum Muslimin, hanya karena seorang muslimah diperkosa,
mereka tidak terima dan berbondong-bondong menggedor Romawi dan berhasil
meruntuhkan kerajaannya yang begitu besar dan ditakuti saat itu. Tetapi itu
semua berhasil ditekuk dan hanyalah fatamorgana yang tidak berdaya apa-apa di
depan kekuatan iman dan ‘izzah Islam (kemuliaan Islam). Lalu
bandingkanlah dengan dunia Islam saat ini. Tak berdaya dan tidak
berwibawa. Banyak jumlah namun sedikit keberanian, paling jauh hanya
demonstrasi ketika melihat saudaranya dianiaya. Bukan lagi satu muslimah
diperkosa, tetapi ribuan dijarah kehormatannya, anak-anak dibunuh atau
dimurtadkan, mereka diusir dari kampung halamannya, dirampas harta kekayaannya,
dan dikebiri perannya dalam percaturan dunia internasional. Kaum Muslimin hanya
mampu mengecam, mengutuk, dan mengadakan sidang, tetapi tidak ada aksi nyata
seperti Khalifah Al Mu’tashim terhadap Romawi.
Berkata Imam Adz Dzahabi Rahimahullah:
كان المعتصم من أعظم الخلفاء وأهيبهم،
لولا ما شان سؤدده بامتحان العلماء بخلق القرآن.
“Al Mu’tashim, dahulu adalah
termasuk di antara Khalifah yang paling agung dan paling pemalu di antara
mereka, seandainya saja dia tidak mengotori kekuasaannya lantaran menyiksa
ulama dalam masalah kemakhlukan Al Quran.” (Imam As Suyuthi, Tarikhul
Khulafa’, Hal. 244)
Di atas, hanya sedikit contoh kehebatan kaum Muslimin
masa lalu. Itu pun dari satu sisi saja, yakni kekuatan dan kewibawaannya. Kita
belum membicarakan ketinggilan ilmu pengetahuan dan peradaban dunia Islam, dan
dibutuhkan banyak halaman untuk menceritakannya.
Saat ini kita hidup di alam real
(nyata) umat Islam. Biarlah romantisme masa lalu itu tetap ada dan menghujam
dalam dada kita sebagai bekal dan spirit untuk meraih kembali kejayaan
yang hilang itu. Tetapi, kita tidak boleh berlama-lama dalam dunia lamunan,
romantisme kejayaan, dan – apalagi - tangisan meratapi puing-puing kehancuran
peradaban Islam pasca (setelah) runtuhnya simbol kekuatan dan
pemersatu umat Islam, yakni Khilafah Turki Utsmaniyah pada tahun 1924 M di
Turki, yang dihapuskan oleh si musuh Turki (A’da At Turk – inilah
istilah yang diberikan ulama turki kepadanya), yakni Mustafa Kamal. Ada
pun sejarawan sekuler menjulukinya Attaturk (Bapaknya Turki).
Realita umat Islam hari ini, jika kita lihat,
ternyata terhimpun menjadi empat penyakit yang mesti disembuhkan dengan
cepat. Penyakit itu adalah:
1.Al Jahlu (Kebodohan)
Apa yang dimaksud kebodohan di sini? Bukankah
dunia Islam – sebagaimana dunia Barat- juga memiliki kampus-kampus bergengsi,
kecil dan dewasa, pria dan wanita berbondong-bondong menuju bangku sekolah dan
kuliah, berbeda dengan masa lalu?
Kebodohan di sini adalah ketiadaan ma’rifah
(pengetahuan mendalam) mereka terhadap Rabb dan agamanya. Bisa jadi
memang, dunia Islam tidak kalah canggih dan intelek, tetapi itu hanyalah
pengulangan kondisi Arab sebelum datang Islam. Dunia Arab sebelum Islam, juga
memiliki peradaban tinggi yang terbukti dari kemampuan mereka membuat tata kota
yang bagus, pengairan sawah yang baik, serta karya seni bernilai tinggi.
Tetapi, sejarah Islam tetap memposisikan mereka sebagai
era Jahiliyah. Sebab, keilmuan yang mereka miliki tidak
mampu menolong mereka untuk mengetahui siapa Tuhan mereka sebenarnya, justru
mereka menyembah dan mengagungkan produk budaya mereka sendiri yaitu
berhala-berhala yang indah yang mereka ciptakan.
Perhatikan umat Islam saat ini, umumnya mereka
jauh dari agamanya, jauh dari Al Quran dan Sunnah nabinya, tetapi lebih dekat
bahkan sampai taraf memberikan cinta terhadap budaya, pemikiran dan akhlak
Barat yang nota bene non muslim yang justru hendak
menghancurkannya. Sayangnya mereka tidak menyadarinya.
Hal ini membawa dampak lainnya; masjid yang sepi
kecuali shalat Jumat, merosotnya moral baik pejabat atau rakyatnya, ibadah
hanya menjadi rutinitas kosong belaka tanpa bekas dan pengaruh dalam kehidupan,
ulama tidak berwibawa baik ilmu dan perbuatannya, pergaulan bebas remaja, angka
perceraian yang tinggi, pornografi dan porno aksi dianggap biasa, dan segudang
permasalahan lainnya. Ini semua berawal dari kebodohan terhadap
agama, sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah berjanji
bahwa berbagai kebaikan – termasuk kebaikan dalam urusan dunia dan ilmu
pengetahuan- akan datang bersamaan dengan pemahaman yang benar terhadap agama.
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
“Barangsiapa yang Allah
kehendaki mendapatkan kebaikan maka akan dipahamkan baginya ilmu agama.”
(HR. Bukhari No. 2948, Muslim No. 1037, At Tirmidzi No. 2783, Ibnu Majah No.
220, Ibnu Hibban No. 89, 310, 3401, Malik No. 1599, Ad Darimi No. 224,
2706, Abu Ya’la No. 7381, Musnad Ishaq No.439, dan lainnya)
2. Adh Dha’fu (lemah)
2. Adh Dha’fu (lemah)
Kelemahan umat Islam terdapat pada banyak sisi
kehidupan, baik pribadi atau masyarakat. Boleh dikatakan di semua sisi
kehidupan. Di antaranya yang bisa disebutkan di sini adalah:
a. Lemah Aqidah
Aqidah adalah pegangan hidup yang utama dan
menjadi fondasi untuk lahirnya imanul ‘amiq (keimanan yang
mendalam). Aqidah yang kuat hanya menjadikan Allah Ta’ala sebagai satu-satunya
penolong dari kesulitan hidup dan permasalahnnya. Tidak takut mati, apalagi
takut miskin. Sebab seorang yang mengimani Allah Ta’ala sebagai pengatur hidup
akan merasa aman dan tentram hatinya ketika menyandarkan dirinya kepada
pemiliki kehidupan itu sendiri. Berbeda dengan orang yang aqidahnya lemah, dia
lebih takut dengan ancaman makhluk dibanding azab Allah Ta’ala. Seperti yang
terjadi saat ini, umat Islam (khususnya para pemimpinnya) lebih takut dengan
‘azab’ yang diberikan Amerika Serikat dan sekutunya dibanding azab dari Rabb
mereka. Begitu juga ketika sepasang manusia berzina, mereka lebih takut hamil
dibanding takut kepada Allah Ta’ala.
Berbeda dengan Sumayyah, seorang wanita yang
mati syahid dan menjadi syahid pertama dalam Islam. Dia tetap memgang teguh
agama tauhid walau mengalami penyiksaan yang membuatnya dibunuh secara keji.
Berbeda dengan Bilal bin Rabbah, seorang sahabat
nabi yang disiksa dengan ditindih batu besar pada siang yang amat panas, agar
ia mau keluar dari agama Islam dan kembali mengakui ketuhanan kolektif Arab
jahiliyah. Tetapi dia tetap dalam keimanannya, dan mengatakan; “ahad .. ahad
.. ahad … (Yang Maha Tunggal (Esa) ….)
Berbeda dengan Masyithah, seorang wanita pelayan
di istana Fir’aun yang tetap teguh menyembah Allah Ta’ala dan menolak pengakuan
ketuhanan Fir’aun. Dia bersama keluarganya direbus hidup-hidup untuk
mempertahankan aqidahnya.
Ya, kita berbeda dengan mereka. Begitu sabar dan
teguhnya aqidah mereka …
b. Lemah Ekonomi
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kaum
Muslimin benar-benar merasakan baldatun thayyibatun (negeri
yang makmur). Sampai-sampai Srigala menyusu kepada Domba, padahal domba
adalah mangsa Srigala! Saat itu, pemerintah kesulitan mencari faqir miskin
untuk menerima zakat, akhirnya harta zakat disalurkan ke negeri-negeri non
muslim.
Pada masa Khalifah Harun Al Rasyid, dia pernah
keluar dari istana sambil menatap langit yang sedang mendung:
“Ya Allah, turunkanlah hujan di mana Engkau
mau. Jika Kau turunkan di Barat maka itu adalah negeri kami, jika Kau turunkan
di Timur itu juga negeri kami.”
Apa yang dikatakannya melambangkan kemakmuran
negeri Islam yang merata dan begitu luas. Sehingga dua khalifah ini termasuk
deretan para khalifah yang paling sering disebut namanya setelah empat khulafa’ur
rasyidin.
Kemandirian ekonomi adalah salah satu penopang
kekuatan, dan Islam sangat menekankan hal itu. Seorang yang berhutang biasanya
akan mengalami penurunan kekuatan. Daya kritis, kemandirian, dan sebagainya
akan mudah didikte oleh orang yang memberinya hutang. Begitu pula dalam tingkat
negara. Negara-negara miskin – kebanyakan negara muslim - mudah sekali
dikendalikan oleh kekuatan asing yang menjadi donor bagi dana pembangunan
negerinya.
Maka, wajar kalau Islam tidak menyukai kefaqiran. Hal
ini terbukti dari berbagai doa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
yang diajarkannya untuk umatnya berisi perlindungan dari kefaqiran.
Diantaranya:
اللهمّ إني أعوذ بك من الكفر والفقر
“Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari kekafiran dan
kefaqiran.” (HR. Abu Daud No. 5090, Ibnu Hibban No. 1026, An Nasa’i No.
1347, Ibnu Khuzaimah No. 747, Ahmad No. 20381, Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah,
3/251. Syaikh Al Albani mengatakan: shahih. Lihat Shahih
wad Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1347 )
Doa lainnya:
اللهم إنِّي أعوذ بك من الهمِّ
والحزن، وضلع الدين ، وغلبة الرجال
“ Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari gelisah dan sedih, dan lilitan
hutang dan tekanan manusia.” (HR. Bukhari No. 2736,
6002, At Tirmidzi No. 3484, Abu Daud No. 1541, An Nasa’i No.5476,
Abu Ya’la No. 3695, 4003, Ibnul Ju’di No. 2908)
c. Lemah Propaganda
Dunia propaganda, melalui media elektronik
seperti TV, Radio, dan internet, atau media cetak seperti majalah dan buku,
ternyata telah melampaui batas fungsinya sebagai jendela informasi bagi
manusia. Saat ini sarana ini telah dijadikan alat untuk memojokkan Islam dan
kaum Muslimin. Media Barat telah menggiring opini dunia untuk
menyebutnya sebagai teroris, agama pedang, penindas kaum wanita, dan sebagainya.
Begitu kuat jaringan mereka, satu sama lain saling membantu.
Orang shalih bisa jadi buruk lantaran
diberitakan buruk, dan orang jahat bisa menjadi pahlawan karena diberitakan
sebagai pahlawan. Inilah keajaiban propaganda. Dan, sayangnya tidak sedikit
umat Islam yang terpukau oleh media mereka dan termakan oleh isu dan hasutan
yang mereka buat. Kita selalu meng-iya-kan kata mereka. Persis yang Al Quran
katakan:
Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh
mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata, kamu mendengarkan
perkataan mereka. (QS. Al Munafiqun (63); 4)
Sementara, di sisi umat Islam sendiri mereka
lemah. Belum ada kantor berita umat Islam yang menjadi media rujukan utama
sebagai penyeimbang, jangankan secara internasional, secara nasional pun belum
ada, sekali pun ada hanya menjangkau lapisan yang sangat ekslusif dan
terbatas. Wal hasil, tidak ada pilihan lain akhirnya mereka
menjadikan media Barat sebagai rujukan, walau mereka telah tahu bahwa media
tersebut tidak akan pernah objektif dan adil ketika berhadapan dengan
kepentingan Islam dan kaum Muslimin.
3. Adz Dzullah (Direndahkan)
Ini merupakan efek domino yang otomatis dari kebodohan
dan kelemahan, sebab tidak ada orang bodoh dan lemah yang memiliki wibawa dan
kehormatan.
Lihatlah dunia! Mereka ramai menyalahkan
pemerintah Indonesia ketika kasus di Timor Timur (sekarang Timor Leste), bahkan
mereka mengintervensi sehingga provinsi ini lepas dari Indonesia. Ada pun
Papua, pun sedang mengalami hal yang sama. Begitu mudahnya negeri muslim
diobok-obok oleh kekuatan asing.
Ketika kedung kembar WTC (World Trade Center)
ditabrak oleh dua pesawat yang tidak jelas siapa pelakunya. Bahkan, CIA tidak
berani memastikan. Namun, Amerika Serikat dengan kesombongannya langsung
menyalahkan pemerintah Taliban di Afghanistan, sebuah negeri miskin dan
terbelakang. Afghanistan diserang oleh tentara Amerika Serikat tanpa peduli
protes Dunia Muslim dan yang masih punya nurani kemanusiaan.
Begitu pula yang terjadi Iraq, Presidennya
dijatuhkan oleh kekuatan negara lain, bukan kekuatan yang berasal dari
rakyatnya sendiri. Umat Islam dunia juga tidak berkutik.
Jalur Gaza akhir 2008 dan awal 2009. Negara
Zionis Israel menyerang Gaza sebuah kota kecil yang hanya dijaga oleh milisi
mujahidin HAMAS yang tidak seberapa banyak. Umat Islam yang setengah miliar di
Timur Tengah, diacak-acak oleh kebiadaban tentara Zionis Israel di sana. Mereka
hanya menonton dan menangis, paling jauh demonstrasi. Bahkan mayoritas umat ini
tidak peduli karena sibuk dengan dunianya masing-masing. Kemana umat Islam?
Kemana pemimpin kaum Muslimin? Kemana Al Mu’tashim abad modern? Kemana satu
setengah miliar umat Islam?
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
يوشك الأمم أن تداعى عليكم كما تداعى
الأكلة إلى قصعتها" فقال قائل: ومن قِلّةٍ نحن يومئذٍ؟ قال: "بل أنتم
يومئذٍ كثيرٌ، ولكنكم غثاءٌ كغثاء السيل، ولينزعنَّ اللّه من صدور عدوكم المهابة
منكم، وليقذفنَّ اللّه في قلوبكم الوهن" فقال قائل: يارسول اللّه، وما الوهن؟
قال: "حبُّ الدنيا وكراهية الموت
“Hampir
datang masanya bangsa-bangsa mengerumuni kalian sebagaimana mengerumuni makanan
di atas meja makan.” Ada yang bertanya: “Apakah saat itu kita sedikit?” Beliau
menjawab: “Justru saat itu kalian banyak, tetapi laksana buih di lautan.
Allah telah mencabut rasa takut dalam dada musuh-musuh kalian terhadap kalian,
sedangkan Allah telah melemparkan ke dalam hati kalian penyakit Al Wahn,”
Ada yang bertanya: “Apakah Al Wahn?” Beliau menjawab: “Cinta dunia
dan takut mati!” (HR. Ibnu Majah No. 4297, Ahmad No. 22397, Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan: sanadnya hasan. Syaikh Al Albani menshahihkan
dalam As Silsilah Ash Shahihah No. 958)
4. Al Furqah (Perpecahan)
Seharusnya
perbedaan dapat dijadikan khazanah yang baik. Islam tidak mencela perbedaan
tetapi membenci perpecahan. Dan, perbedaan belum tentu berpecah, sedangkan
berpecah sudah pasti berbeda.
Perbedaan memang hal yang niscaya dan pasti ada.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ
النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ
رَبُّكَ
Jikalau
Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka
senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh
Tuhanmu..(QS. Huud: 118-119)
Imam Hasan Al Bashri Radhiallahu
‘Anhu mengatakan:
وللاختلاف خَلَقهم
“Dan
Allah menciptakan mereka untuk perbedaan.” (Tafsir Al Quran Al
‘Azhim, 4/362. Dar Ath Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’)
Dalam potongan hadits yang
cukup panjang Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa sallam bersabda:
من يعيش منكم بعدي فسيرى اختلافا
كثيرا
“Barangsiapa
diantara kalian yang hidup setelah aku, maka dia akan melihat banyak
perselisihan ..” (HR. At Tirmidzi No. 2816, katanya: hasan shahih.
Ad Darimi No. 95, Ibnu Majah No. 43, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra
No. 20125, Ibnu Hibban, Bab Maa Ja’a Al Ibtida bihamidallahu Ta’ala,
No. 5, Ahmad No. 17142. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata; hadits shahih dengan
banyak jalur dan penguatnya)
Namun demikian, walau
perbedaan itu pasti ada dan ini sudah diisyaratkan jauh-jauh hari, Islam
tetaplah mencela perpecahan dan mengaharamkannya di antara kaum Muslimin.
Allah Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ
جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan
berpegang teguhlah kepada tali (agama) Allah kalian semua, dan janganlah
berpecah belah ..” (QS. Ali
Imran (3): 103)
Inilah penyakit yang mengerikan sebab dia
menghancurkan dari dalam seperti kanker yang menggerogoti tubuh manusia.
Sesungguhnya umat Islam tidak pernah takut akan ancaman dari luar karena mereka
sudah mengantisipasi dengan semangat Jihad fi Sabilillah. Tetapi yang justru
dikhawatiri adalah hancurnya umat islam dari dalam, yakni ketidakmampuan mereka
dalam meredam perselisihan dan mengolah perbedaan. Akhirnya, musuh-musuh Islam
bertepuk tangan sementara kita sibuk bercakaran. Mereka pun berkata; “Terima
kasih wahai umat Islam, tugas kami memecah belah kalian sudah diselesaikan oleh
kalian sendiri!”
Demikianlah penyakit umat islam kontemporer dan kita
harus tersadari olehnya. Tentunya harus dicarikan solusi yang jitu dengan tanpa
melahirkan penyakit baru. Bagaimana itu?
Ringkasnya, sebagaimana kata Imam Malik Radhiallahu
‘Anhu yang pernah mengatakan: “Umat ini tidak akan jaya kecuali dengan
cara pertama kali ia dijayakan genarasi awalnya.”
Yaitu dengan iman, ilmu, ukhuwah islamiyah yang
solid, dan ruhul jihadiah (semangat juang) yang tidak terputus.
Sehingga umat Islam menjadi cerdas tidak bodoh, kuat tidak lemah, berwibawa
tidak direndahkan, dan solid tidak berpecah. Wallahu A’lam.
akhirzaman.
akhirzaman.
0 komentar:
Posting Komentar