WONOGIRI-Aturan baru soal pembuatan akte kelahiran yang
dikeluarkan Mahmakah Agung (MA), berpotensi membingungkan warga. Dalam
aturan yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2013 itu disebutkan, pembuatan
akte lebih dari setahun setelah kelahiran, tak perlu lagi melalui sidang
penetapan di pengadilan.
Padahal di sisi lain, undang-undang (UU) yang dipakai hingga saat ini
belum direvisi, sehingga masih tetap dinyatakan harus mencari penetapan
dari pengadilan.
“Yang menjadi soal, bagaimana kalau ada warga yang mendesak misalnya
akan menikah, baru mau cari akte kelahiran? Apa menikah akan ditunda
menunggu ada surat resmi dari pusat bagaimana tindak lanjutnya? Surat
edaran dari MA itu bertolak belakang dengan Pasal 32 Ayat 2 UU 23 Tahun
2006. Di UU itu warga yang telat cari akta kelahiran harus dengan
penetapan pengadilan, sedangkan surat edaran MA tidak boleh lagi,”
terang Ngadiyono, anggota Komisi A DPRD Wonogiri, Sabtu (4/5).
Secara umum, belum banyak masyarakat yang tahu mengenai peraturan
baru itu. Sehingga bisa saja warga saat datang ke pengadilan dan
ditolak, merasa dipermainkan dengan sistem birokrasi. “Pihak dinas
terkait bagaimana? Sudah sosialisasi atau belum? Kebijakan seperti ini
masyarakat pula yang dirugikan,” katanya.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Hernowo Narmodo
melalui Kasi Kelahiran Pengakuan Pengesahan Anak dan Pengangkatan Anak
(KP3A) Elis Aryani mengatakan, hasil koordinasi dengan Kemendagri,
pihaknya diminta menunggu hingga ada surat resmi dari Kemendagri.
“Kami diminta menunggu hingga ada petunjuk dari Kemendagri. Sembari
menunggu surat itu turun, untuk kepentingan yang mendesak seperti contoh
akan menikah baru mencari akte kelahiran, ada alternatif,” jelas dia.
Alternatif itu adalah khusus untuk pencari akta untuk menikah atau
sangat mendesak, akan diberikan surat keterangan terlebih dulu. Dokumen
resmi berupa akte nantinya akan menyusul dibuatkan. Asalkan semua syarat
membuat akta terpenuhi, akan diberikan surat keterangan itu.
“Kami belum koordinasi dengan pihak KUA. Jika ada KUA yang menolak
surat keterangan itu, nanti kami akan menghubungi KUA bersangkutan dan
memberikan penjelasan,” terangnya.
Pelarangan yang dilakukan MA ini didasarkan pada realita di sejumlah
wilayah di Indonesia, besar tarif untuk penetapan pengadilan terlalu
memberatkan. Tarif ini kebijakan pengadilan dan berbeda
antar-pengadilan.
“Kalau di Wonogiri lewat pengacara, besarnya biaya total sekitar Rp
380.000. Sebanyak Rp 50.000 adalah denda keterlambatan pencarian yang
masuk ke dinas. Yang Rp 330.000 tarif untuk penetapan pengadilan. Di
wilayah lain bisa berbeda,” pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar