Hadits berikut disebut dengan hadits bitoqoh. Bitoqoh adalah catatan amalan yang berisi kalimat mulia ‘laa ilaha illallah’.
Ketika kalimat mulia ini ditimbang dengan 99 kartu catatan dosa yang
tiap kartu jika dibentangkan sejauh mata memandang, ternyata lebih berat
kalimat ‘laa ilaha illallah’. Hal ini menandakan mulianya
kalimat tersebut, begitu pula menunjukkan mulianya orang yang bertauhid
dan meninggalkan kesyirikan.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُصَاحُ
بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ
فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ
الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا
شَيْئًا فَيَقُولُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِى
الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ
الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ
وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ
هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ
السِّجِلاَّتُ فِى كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِى كِفَّةٍ فَطَاشَتِ
السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ
“Ada seseorang yang
terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika itu,
lalu dibentangkan kartu catatan amalnya yang berjumlah 99 kartu. Setiap
kartu jika dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan
padanya, “Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zholim padamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman, “Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat. Sehingga kamu tidak termasuk orang zalim pada hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bitoqoh (kartu sakti) yang bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosulullah’. Lalu ia bertanya, “Apa kartu ini yang bersama dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidaklah zalim.” Lantas diletakkanlah kartu-kartu dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ampuh ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya.Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ampuh ‘laa ilaha illalah’ tadi. (HR. Ibnu Majah no. 4300, Tirmidzi no. 2639 dan Ahmad 2: 213. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy
yaitu kuat dan perowinya tsoiqoh termasuk perowi kitab shahih selain
Ibrahim bin Ishaq Ath Thoqoni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih).
Ibnul Qayyim dalam Madarijus Salikin
berkata, “Amalan tidaklah berlipat-lipat karena bentuk dan banyaknya
amalan tersebut. Amalan bisa berlipat-lipat karena sesuatu di dalam
hati. Bentuk amal bisa jadi satu (sama dengan yang dikerjakan orang
lain). Akan tetapi bisa jadi ada perbedaan satu amal dan amal lainnya
yang perbedaannya antara langit dan bumi (artinya: jauh). Cobalah
renungkan hadits bitoqoh. Lihatlah catatan amalnya yang berisi kalimat
laa ilaha ilallah diletakkan di salah satu daun timbangan dan 99 catatan
dosa di timbangan lainnya. Bayangkan pula bahwa satu catatan dosa saja
jika dibentangkan sejauh mata memandang. Namun ternyata kartu ampuh
berisi kalimat tauhid (laa ilaha illalah) mengalahkan catatan penuh
dosa. Ia ternyata tidak disiksa. Kita pun tahu bahwa setiap ahli tauhid
memiliki kartu ampuh ini (kartu laa ilaha illalah). Namun kebanyakan
mereka malah masuk neraka karena sebab dosa yang mereka perbuat.” Wallahul musta’an.
Ada hadits pula yang senada dengan hadits bitoqoh, yaitu diriwayatkan dari Abu Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
قال
موسى يا رب، علمني شيئا أذكرك وأدعوك به، قال : قل يا موسى : لا إله إلا
الله، قال : يا رب كل عبادك يقولون هذا، قال موسى : لو أن السموات السبع
وعامرهن – غيري – والأرضين السبع في كفة، ولا إله إلا الله في كفـة، مالت
بهـن لا إله إلا الله
“Musa berkata : “Ya Rabb,
ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu”.
Allah berfirman, ”Ucapkan hai Musa laa ilaha illallah”. Musa berkata,
“Ya Rabb, semua hamba-Mu mengucapkan itu”. Allah berfirman, ” Hai Musa,
seandainya ketujuh langit serta seluruh penghuninya -selain Aku- dan
ketujuh bumi diletakkan dalam satu timbangan dan kalimat laa ilaha
illallah diletakkan dalam timbangan yang lain, niscaya kalimat laa ilaha
illallah lebih berat timbangannya.” (HR. Ibnu Hibban no. 6218. Al
Hakim menshahihkan hadits ini dan Imam Adz Dzahabi menyetujuinya. Al
Hafizh Ibnu Hajar menshahihkan sanad hadits ini dalam Al Fath. Al
Haitsami dalam Az Zawaid mengatakan bahwa hadits ini
diriwayatkan oleh Abu Ya’la, perowinya ditsiqohkan atau dipercaya, namun
di dalamnya ada perowi yang dho’if. Sedangkan Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini dho’if dalam Kalimatul Ikhlas).
Mengenai hadits di atas diterangkan oleh Syaikh Sulaiman At Tamimi rahimahullah,
“Siapa saja yang mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dengan penuh
ikhlas dan yakin, serta ia mengamalkan konsekuensi dari kalimat
tersebut, juga ia istiqomah di dalamnya, dialah yang termasuk
orang-orang yang tidak memiliki rasa takut dan rasa sedih (terhadap apa
yang ditinggalkan di dunia dan dihadapi nanti di akhirat, -pen).” (Taisirul ‘Azizil Hamid, 1: 240).
Semoga Allah memberatkan kalimat tauhid yang kita miliki dan menghapus setiap dosa kita. Wallahu waliyyut taufiq.
Referensi:
Taisirul ‘Azizil Hamid fii Syarh Kitabit Tauhid, Sulaiman bin ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahab, terbitan Darul Shumai’iy, cetakan kedua, 1429 H, 1: 242
www.rumaysho.com
0 komentar:
Posting Komentar