WONOGIRI — Hujan deras yang terjadi
pada Senin (24/3/2014) malam menyebabkan enam desa di Kecamatan
Selogiri, Woniogiri, terendam banjir, Selasa (25/3/2014) pagi. Keenam
desa tersebut adalah Desa Jendi, Desa Pule, Desa Jaten, Desa Kepatihan,
Desa Gemantar dan Desa Singodutan.
Air mulai menggenangi rumah warga pada Rabu sekitar pukul 05.40 WIB.
Hingga berita ini ditulis, otoritas Kecamatan Selogiri masih mendata
rumah yang terendam dan infrastruktur yang mungkin rusak. Banjir
menggenangi lahan sawah dan rumah warga di lima desa itu.
Camat Selogiri, Bambang Haryanto mengatakan, pihaknya sudah mendapat
laporan terjadinya musibah itu. “Kami sudah berkoordinasi dengan tim
SAR, PMI, BPBD Wonogiri, Dinsos Wonogiri, dan instansi terkait. Tidak
ada korban jiwa tetapi dikabarkan infrastruktur jembatan rusak.”
Salah seorang warga Brajan, Desa Singodutan, Hartono mengaku rumahnya
terendam air sejak pukul 05.30 WIB. Hingga berita ini ditulis warga
bersama tim relawan melakukan penyelamatan barang dan menepi ke lokasi
aman. Ketinggian air dikabarkan mencapai 40 cm hingga satu meter.
Sementara itu, Hujan dengan curah tinggi yang mengguyur Selogiri, Jumat (28/3/2014) pagi, juga mengakibatkan jembatan antardusun di Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, putus. Jembatan yang dibangun swadaya warga pada beberapa tahun terakhir tak mampu menahan derasnya air bah.
Akibatnya warga yang hendak menyeberang antardusun di desa itu harus memutar jalan. Kepala Desa Keloran, Maryanto menjelaskan, lenyapnya jembatan diketahui Jumat pagi. Menurutnya, bangunan jembatan yang menghubungkan antardusun itu diperkirakan hanyut Jumat dini hari sekitar pukul 02.15 WIB saat hujan deras semalam. Jembatan yang terletak di Dusun Keloran RT 001/RW 005, Desa Keloran, Selogiri itu, memiliki panjang 15 meter, tinggi 5 meter dan lebar 3 meter.
Dia sudah melakukan pengecekan dan melaporkannya ke Camat Selogiri. Maryanto menyatakan, warga tidak mampu membangun jembatan itu lagi karena sedang dilanda bencana. “Kami berharap, perbaikan jembatan ditangani oleh pemerintah kabupaten. Jembatan itu menghubungkan antardusun, yakni warga RT 001 dan warga RT 002.”
Selain itu, jebolnya talut Bendung Krapyak di Dusun/Desa Kepatihan akibat banjir pada Selasa (25/3/2014), mengancam lahan pertanian seluas 20 hektare kering. Selama ini, keberadaan bendung itu dimaksudkan sebagai penahan laju air agar bisa dimanfaatkan untuk air irigasi di Desa Kepatihan hingga Desa Pule. Hingga kini, bendung tersebut belum ditangani.
Lebih lanjut dikatakannya, selain jembatan, pagar rumah milik Mardi, warga Dusun Mlati juga ambrol. Pagar yang ambrol tersebut memiliki panjang 10 meter dan tinggi 4 meter. Terpisah, Kades Kepatihan, Sutrisno, menjelaskan Bendung Krapyak berfungsi menahan arus air dari Dam Pakis. “Jebolnya talut Bendung Krapyak mengakibatkan air dari dam tidak tertahan. Akibatnya air itu turun percuma sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk pengairan lahan persawahan.”
Sutrisni menegaskan, jika tidak segera diperbaiki patani Kepatihan dan Pule kembali mengandalkan air hujan. “Jika Bendung Krapyak jebol, lahan persawahan seluas 20 hektare menjadi lahan tadah hujan.”
Sumber : solopos.com
Sementara itu, Hujan dengan curah tinggi yang mengguyur Selogiri, Jumat (28/3/2014) pagi, juga mengakibatkan jembatan antardusun di Desa Keloran, Kecamatan Selogiri, putus. Jembatan yang dibangun swadaya warga pada beberapa tahun terakhir tak mampu menahan derasnya air bah.
Akibatnya warga yang hendak menyeberang antardusun di desa itu harus memutar jalan. Kepala Desa Keloran, Maryanto menjelaskan, lenyapnya jembatan diketahui Jumat pagi. Menurutnya, bangunan jembatan yang menghubungkan antardusun itu diperkirakan hanyut Jumat dini hari sekitar pukul 02.15 WIB saat hujan deras semalam. Jembatan yang terletak di Dusun Keloran RT 001/RW 005, Desa Keloran, Selogiri itu, memiliki panjang 15 meter, tinggi 5 meter dan lebar 3 meter.
Dia sudah melakukan pengecekan dan melaporkannya ke Camat Selogiri. Maryanto menyatakan, warga tidak mampu membangun jembatan itu lagi karena sedang dilanda bencana. “Kami berharap, perbaikan jembatan ditangani oleh pemerintah kabupaten. Jembatan itu menghubungkan antardusun, yakni warga RT 001 dan warga RT 002.”
Selain itu, jebolnya talut Bendung Krapyak di Dusun/Desa Kepatihan akibat banjir pada Selasa (25/3/2014), mengancam lahan pertanian seluas 20 hektare kering. Selama ini, keberadaan bendung itu dimaksudkan sebagai penahan laju air agar bisa dimanfaatkan untuk air irigasi di Desa Kepatihan hingga Desa Pule. Hingga kini, bendung tersebut belum ditangani.
Lebih lanjut dikatakannya, selain jembatan, pagar rumah milik Mardi, warga Dusun Mlati juga ambrol. Pagar yang ambrol tersebut memiliki panjang 10 meter dan tinggi 4 meter. Terpisah, Kades Kepatihan, Sutrisno, menjelaskan Bendung Krapyak berfungsi menahan arus air dari Dam Pakis. “Jebolnya talut Bendung Krapyak mengakibatkan air dari dam tidak tertahan. Akibatnya air itu turun percuma sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk pengairan lahan persawahan.”
Sutrisni menegaskan, jika tidak segera diperbaiki patani Kepatihan dan Pule kembali mengandalkan air hujan. “Jika Bendung Krapyak jebol, lahan persawahan seluas 20 hektare menjadi lahan tadah hujan.”
Sumber : solopos.com